A. Taksonomi pembelajaran
Taksonomi adalah usaha
pengelompokan yang disusun dan diurut berdasarkan ciri-ciri tertentu. Yang bermanfaat untuk menentukan
tujuan pembelajaran dengan kata yang operasional dan terukur dan untuk menyusun tes, teknik penilaian, dan evaluasi.
B. Sejarah Taksonomi Bloom
Taksonomi berasal dari
dua kata dalam bahasa Yunani yaitu tassein yang berarti mengklasifikasi dan
nomos yang berarti aturan. Jadi Taksonomi berarti hierarkhi klasifikasi
atas prinsip dasar atau aturan. Istilah ini kemudian digunakan oleh Benjamin
Samuel Bloom, seorang psikolog bidang pendidikan yang melakukan penelitian dan
pengembangan mengenai kemampuan berpikir dalam proses pembelajaran. Bloom,
lahir pada tanggal 21 Februari 1913 di Lansford, Pennsylvania dan berhasil
meraih doktor di bidang pendidikan dari The University of Chicago pada tahun
1942. Ia dikenal sebagai konsultan dan aktivis internasonal di bidang
pendidikan dan berhasil membuat perubahan besar dalam sistem pendidikan di
India. Ia mendirikan the International Association for the Evaluation of
Educational Achievement, the IEA dan mengembangkan the Measurement, Evaluation,
and Statistical Analysis (MESA) program pada University of Chicago. Di akhir
hayatnya, Bloom menjabat sebagai Chairman of Research and Development
Committees of the College Entrance Examination Board dan The President of the
American Educational Research Association. Ia meninggal pada 13 September 1999.
Sejarah taksonomi bloom
bermula ketika awal tahun 1950-an, dalam Konferensi Asosiasi Psikolog Amerika,
Bloom dan kawan-kawan mengemukakan bahwa dari evaluasi hasil belajar yang
banyak disusun di sekolah, ternyata persentase terbanyak butir soal yang
diajukan hanya meminta siswa untuk mengutarakan hapalan mereka. Konferensi
tersebut merupakan lanjutan dari konferensi yang dilakukan pada tahun 1948.
Menurut Bloom, hapalan sebenarnya merupakan tingkat terendah dalam kemampuan
berpikir (thinking behaviors). Masih banyak level lain yang lebih tinggi
yang harus dicapai agar proses pembelajaran dapat menghasilkan siswa yang
kompeten di bidangnya.
Akhirnya pada tahun
1956, Bloom, Englehart, Furst, Hill dan Krathwohl berhasil mengenalkan kerangka
konsep kemampuan berpikir yang dinamakan Taxonomy Bloom. Jadi, Taksonomi
Bloom adalah struktur hierarkhi yang mengidentifikasikan skills mulai
dari tingkat yang rendah hingga yang tinggi. Tentunya untuk mencapai tujuan
yang lebih tinggi, level yang rendah harus dipenuhi lebih dulu. Dalam kerangka
konsep ini, tujuan pendidikan ini oleh Bloom dibagi menjadi tiga domain/ranah
kemampuan intelektual (intellectual behaviors) yaitu kognitif, afektif
dan psikomotorik.
Ranah Kognitif berisi
perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, dan keterampilan
berpikir. Ranah afektif mencakup perilaku terkait dengan emosi, misalnya
perasaan, nilai, minat, motivasi, dan sikap. Sedangkan ranah Psikomotorik
berisi perilaku yang menekankan fungsi manipulatif dan keterampilan motorik /
kemampuan fisik, berenang, dan mengoperasikan mesin. Para trainer biasanya
mengkaitkan ketiga ranah ini dengan Knowledge, Skill and Attitude (KSA).
Kognitif menekankan pada Knowledge, Afektif pada Attitude, dan
Psikomotorik pada Skill. Sebenarnya di Indonesia pun, kita memiliki
tokoh pendidikan, Ki Hajar Dewantara yang terkenal dengan doktrinnya Cipta,
Rasa dan Karsa atau Penalaran, Penghayatan, dan Pengamalan. Cipta dapat
diidentikkan dengan ranah kognitif , rasa dengan ranah afektif dan karsa dengan
ranah psikomotorik. Ranah kognitif mengurutkan keahlian berpikir sesuai dengan
tujuan yang diharapkan. Proses berpikir menggambarkan tahap berpikir yang harus
dikuasai oleh siswa agar mampu mengaplikasikan teori kedalam perbuatan. Ranah
kognitif ini terdiri atas enam level, yaitu: (1) knowledge (pengetahuan),
(2) comprehension (pemahaman atau persepsi), (3) application (penerapan),
(4) analysis (penguraian atau penjabaran), (5) synthesis (pemaduan),
dan (6) evaluation (penilaian).
Level ranah ini dapat
digambarkan dalam bentuk piramida berikut:
Tiga level pertama
(terbawah) merupakan Lower Order Thinking Skills, sedangkan tiga level berikutnya
Higher Order Thinking Skill. Namun demikian pembuatan level ini bukan
berarti bahwa lower level tidak penting. Justru lower order thinking skill ini
harus dilalui dulu untuk naik ke tingkat berikutnya. Skema ini hanya
menunjukkan bahwa semakin tinggi semakin sulit kemampuan berpikirnya.
B. Revisi Taksonomi Bloom
Pada tahun 1994, salah
seorang murid Bloom, Lorin Anderson Krathwohl dan para ahli psikologi aliran
kognitivisme memperbaiki taksonomi Bloom agar sesuai dengan kemajuan zaman.
Hasil perbaikan tersebut baru dipublikasikan pada tahun 2001 dengan nama Revisi
Taksonomi Bloom. Revisi hanya dilakukan pada ranah kognitif. Revisi tersebut
meliputi:
1. Perubahan kata kunci
dari kata benda menjadi kata kerja untuk setiap level taksonomi.
2. Perubahan hampir
terjadi pada semua level hierarkhis, namun urutan level masih sama yaitu dari urutan
terendah hingga tertinggi. Perubahan mendasar terletak pada level 5 dan 6.
Perubahan – perubahan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pada level 1, knowledge
diubah menjadi remembering (mengingat).
Pada level2, comprehension
dipertegas menjadi understanding (memahami).
Pada level 3, application
diubah menjadi applying (menerapkan).
Pada level 4, analysis
menjadi analyzing (menganalisis).
Pada level 5, synthesis
dinaikkan levelnya menjadi level 6 tetapi dengan perubahan mendasar, yaitu creating
(mencipta).
Pada level 6, Evaluation
turun posisisinya menjadi level 5, dengan sebutan evaluating (menilai).
Jadi, Taksonomi Bloom
baru versi Kreathwohl pada ranah kognitif terdiri dari enam level: remembering (mengingat),
understanding (memahami), applying (menerapkan), analyzing (menganalisis,
mengurai), evaluating (menilai) dan creating (mencipta). Revisi Krathwohl ini
sering digunakan dalam merumuskan tujuan belajar yang sering kita kenal dengan istilah
C1 sampai dengan C6.
C. Cara Menggunakan Taksonomi Bloom
Dalam kaitannya dengan tugas pengajar/widyaiswara dalam menyusun
kurikulum, pemilihan
kata kerja kunci yang tepat memegang peranan penting
dalam menjelaskan tujuan program diklat, kompetensi
dasar dan indikator pencapaian agar konsep materi tersampaikan secara effektif.
Kata kerja kunci tersebut merupakan acuan bagi
instruktur dalam menentukan kedalaman penyampaikan materi, apakah cukup memahami saja, mendemonstrasikan, menilai, dan
sebagainya.
Langkah-langkah yang harus digunakan dalam menerapkan Taksonomi
Bloom adalah sebagai
berikut:
o
Tentukan tujuan pembelajaran
o
Tentukan kompetensi
pembelajaran yang ingin dicapai, apakah peningkatan knowledge, skills atau
attitude. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan karakteristik mata diklat,
dan peserta didik
o
Tentukan ranah kemampuan
intelektual sesuai dengan kompetensi pembelajaran.
a.Ranah
kognitif : Tentukan tingkatan taksonomi, apakah pada tingkatan Mengingat, Memahami,Menerapkan,
Menganalisis, Menilai, Membuat.
b.Ranah
Psikomotorik : Kategorikan ranah tersebut, apakah termasuk Persepi, Kesiapan,
Reaksi yang diarahkan, Reaksi natural (mekanisme), Adaptasi, Reaksi yang
kompleks Kreativitas.
c.Ranah
Afektif: Kategorikan ranah tersebut, apakah termasuk penerimaan, Responsif,
Nilai yang dianut (Nilai diri), Organisasi dan Karakterisasi.
o Gunakan kata kerja kunci yang
sesuai, untuk menjelaskan instruksi kedalaman materi, baik pada tujuan program
diklat, kompetensi dasar dan indikator pencapaian.
o Sebagai
tambahan, untuk penerapan taksonomi bloom dalam ranah kognitif, dapat
ditentukan pula media pembelajaran yang sesuai dengan mengacu pada Bloom’s
Cognitive Wheel.
No comments:
Post a Comment