Saturday, February 11, 2017

Perkembangan Pribadi Sosial dan Moral


A.      Erikson
Erikson mengatakan bahwa kita berkembang dalam tahap psikososial, dari pada tahap psikoseksual. Bagi Freud motivasi utama perilaku manusia bersifat seksual secara alami, bagi Ericson motivasi utama manusia bersifat sosial dan mencerminkan suatu keinginan untuk berhubungan dgn orang lain. Erikson menekan perubahan perkembangan sepanjang kehidupan manusia sedangkan Freud menyatakan bahwa kepribadian terbentuk pada lima tahun pertama kehidupan. Dalam teori Erikson, delapan tahap perkembangan sepanjang kehidupan. Tiap tahap terdiri dari tugas perkembangan yg unik yg menghadapkan seseorang pada suatu krisis. Krisis ini bukanlah musibah melainkan titik balik meningkatkan kemampuan dan kelemahan. Semakin berhasil seseorang menyelesaikan krisis yang dihadapi, akan semakin sehat perkembanganya (Hopkins, 2000) Tahap Psikososial
1)      Kepercayaan vs ketidakpercayaan (Bayi tahun pertama). Rasa percaya melibatkn rasa nyaman secara fisik dan tidak ada rasa takut atau kecemasan di masa depan. Rasa kepercayaan pada bayi akan menjadi fondasi kepercayaan pada sepanjang hidup bahwa dunia akan menjadi tempat yang baik dan menyenangkan untuk di tinggali.
2)      Otonomi vs rasa malu dan ragu-ragu, masa bayi akhir (1-3thn). Setelah mendapat rasa percaya pengasuhan bayi mulai mengetahuibahwa perilaku mereka adalah milik mereka sendiri. Mereka mulai menyatakan kemandirian mereka atau otonomi. Mereka mulai menyadari keinginan mereka. Jika anak terlalu dibatasiatau dihukum dengan keras, mereka mungkin memunculkan rasa malu dan ragu-ragu.
3)      inisiatif vs rasa bersalah, Masa kanak – kanak awal (3 – 5 tahun). Begitu anak prasekolah memasuki dunia sosial yang lebih luas, mereka menghdapi lebih banyak tantangan daripada mereka bayi. Perilaku aktif dan bertujuan diperlukan untuk menghadapi tantangan. Anak diminta untuk memikirkan untuk memikirkan tanggung jawab terhadap perilaku. Mengembangkan rasa tanggug jawab meningkatkan inisiatif. Sebaliknya jika anak tidak dapat mengembangkan tanggung jawabnya maka akan merasa bersalah.
4)      Kerja keras vs inferioritas (anak Usia SD – Remaja). Inisiatif anak membawa mereka berhubungan dengan banyak pengalaman baru. Saat mereka berpindah ke masa kanak-kanak tengah dan akhir mereka mengarah ke energi menuju penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual. Diwaktu yang sama pula anak menjadi lebih antusias mengenai belajar. Kemungkinan lain dalam tahun sekolah dasar adalah anak dapat memunculkan rasa inferior merasa tidak kompenten dan tidak produktif
5)      Identitas vs kebingungan identitas (10 – 20 tahun), pada masa ini individu dihadapkan pada masa penemuan diri , tentang siapa diri mereka, kemana mereka akan melangkah dalam hidup ini. Remaja banyak dihadapkan peran baru dan status baru. Orang tua perlu mengizinkan remaja untuk menjelajahi peran-peran . Jika remaja menjelajahi peran tersebut dengan cara baik dan positif untuk diikuti dalam hidup maka identitas positif akan tercapai, jika suatu identitas terlalu dipaksakan pada remaja oleh orang tua maka terjadilah kebingungan identitas
6)      Keintiman vs isolasi (20 – 30 tahun). Jika individu membentuk persahabatan yang sehat dan hubungan yang akrab dengan orang lain maka keintiman akan tercapai jika tidak akibatnya adalah isolasi diri.
7)      Generativitas vs stagnasi (40 – 50 tahun), Pada tahap ini kepedulian utama adalah membantu generasi lebih muda dlm mengembangkan dan menarahkan kehidupan yang berguna yang disebut sebagai generativitas. Perasaan bahwa dirinya tdak berbuat apa-apa untuk membantu generasi mendatang disebut stagnasi
8)      Integritas vs keputusasaan (60 tahun keatas) masa dewasa akhir. Pada tahap ini seseorang akan merefleksikan kehidupan masa lalunya dan menyimpulkan bahwa ia telah menjalani dengan baik atau sebaliknya. Para lanjut ussia yang memandang hidup masa lalunya lebih positif akan memunculkan rasa integritas dan sebaliknya lanjut usia yang memnadang masa lalu kehidupanya dengan negatif akan memunculkan rasa keputusaan.

B.       Lawrence Kohlberg
Ia lahir tahun 1927, dan dibesarkan di Brouxmille, New York. Menamatkan Sekolah Menengah di Andover Academy di Massachusetts. Tahun 1948 Masuk Universitas Chicago, setahun kemudian Bachelor diraih, ia mengambil bidang Psikologi, dan tertarik dengan Teori Piaget. Tahun 1958 lulus S3 dg Disertasi: The Development of Modes of Thinking and Choice in the year 10 to 16 (merupakan landasan teori perkembangan moralnya). Tahun 1962 – 1968 mengajar di Universitas Chicago (almamaternya). Tahun 1968 mengajar di Harvard. Menurut Kholberg Ketika dilahirkan, anak belum dan tidak membawa aspek moral. Kohlberg juga berpendapat, bahwa aspek moral merupakan sesuatu yang berkembang dan dikembangkan Kohlberg mengemukakan teori perkembangan moral berdasar teori Piaget, yaitu dengan pendekatan organismik (melalui tahap-tahap perkembangan yang memiliki urutan pasti dan berlaku secara universal). Selain itu Kohlberg juga menyelidiki struktur proses berpikir yang mendasari perilaku moral (moral behavior).
Tahap-tahap perkembangan moral menurut Kohlberg Tahap-tahap perkembangan moral terdiri dari 3 tingkat, yang masing-masing tingkat terdapat 2 tahap, yaitu:
a.       Tingkat Pra Konvensional (4-10 tahun) (Moralitas Pra-Konvensional)  perilaku anak tunduk pada kendali eksternal:
Tahap 1: Orientasi pada kepatuhan dan hukuman => anak melakukan sesuatu agar memperoleh hadiah (reward) dan tidak mendapat hukuman (punishment)
Tahap 2: Relativistik Hedonism =>anak tidak lagi secara mutlak tergantung aturan yang ada. Mereka mulai menyadari bahwa setiap kejadian bersifat relative, dan anak lebih berorientasi pada prinsip kesenangan. Menurut Mussen, dkk. Orientasi moral anak masih bersifat individualistis, egosentris & konkrit.
b.       Tingkat Konvensional (10-13 tahun) (Moralitas Konvensional) => fokusnya terletak pada kebutuhan social (konformitas).
Tahap 3: Orientasi mengenai anak yang baik => anak memperlihatkan perbuatan yang dapat dinilai oleh orang lain.
Tahap 4: Mempertahankan norma-norma sosial dan otoritas => menyadari kewajiban untuk melaksanakan norma-norma yang ada dan mempertahankan pentingnya keberadaan norma, artinya untuk dapat hidup secara harmonis, kelompok sosial harus menerima peraturan yang telah disepakati bersama dan melaksanakannya.
c.       Tingkat Post-Konvensional (13 tahun keatas)(Moralitas Post-konvensional) => individu mendasarkan penilaian moral pada prinsip yang benar secara inheren.
Tahap 5: Orientasi pada perjanjian antara individu dengan lingkungan sosialnya => apa yang benar ditentukan berdasarkan hak – hak individu umum dan berdasar standar yang telah disepakati oleh seluruh masyarakat. Undang – undang dapat dirubah artinya tidak beku /kaku tidak seperti tahap ke-4. Pada tahap ini ada hubungan timbal balik antara individu dengan lingkungan sosialnya, artinya bila seseorang melaksanakan kewajiban yang sesuai dengan tuntutan norma social, maka ia berharap akan mendapatkan perlindungan dari masyarakat.
Tahap 6: Prinsip Universal => Apa yang benar di tentukan oleh keputusan suara hati karena sudah ada internalisasi nilai-nilai. Pada tahap ini ada norma etik dan norma pribadi yang bersifat subjektif. Artinya: dalam hubungan antara seseorang dengan masyarakat ada unsur – unsur subjektif yang menilai apakah suatu perbuatan/ perilaku itu baik/tidak baik; bermoral/tidak bermoral.

IMPLEMENTASI PERKEMBANGAN MORAL

               Kohlberg menekankan pada pendidikan moral yang menggunakan sistem ‘kurikulum tersamar’, dimana dia menekankan bahwa pengajar atau guru dalam hal ini mampu mewujudkan suatu kondisi pribadi yang mencerminkan moral terhadap peserta didik. Dalam proses belajar mengajar di kelas, guru tidak hanya mengajarkan mata pelajaran yang diajarkan namun guru dapat menyisipkan pelajaran nilai-nilai moral kepada siswa agar bukan pengetahuan akademik saja yang didapatkan tetapi juga pengetahuan nilai-nilai moral. Contoh penanaman nilai moral dalam proses pembelajaran IPA misalnya, dalam mata pelajaran Biologi, guru tidak hanya memberikan hafalan mengenai anatomi tubuh, tetapi juga mengajarkan bagaimana cara menghargai tubuh. Jika tubuh ini adalah sesuatu yang berharga, wujud penghargaan tersebut adalah dengan tidak menindiknya, mentatonya, melukainya, mengonsumsi narkoba dan alkohol, serta tidak melakukan seks bebas.

No comments:

Post a Comment