BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Setiap anak memiliki perlakuan yang berbeda dalam lingkungan. Ada
yang mendapat perlakuan baik dan adapula yang mendapatkan perlakuan buruk.
Ketika seorang anak mendapatkan perlakuan baik dalam lingkungan, ia akan merasa
aman dan bisa berkembang dengan baik. Namun ketika seorang anak mengalami
perlakuan buruk dalam lingkungan, ia akan merasa terasingkan. Ia akan merasa
gagal dalam beradaptasi dan tidak percaya diri dengan kemampuan yang dimiliki.
Lama kelamaan ia akan murung dan memendam bakatnya, ia tidak akan bisa
berkembang dengan baik, dalam setiap langkah yang akan dia lalui selalu
terbayang kegagalan yang belum tentu terjadi.
Untuk menangani rasa putus asa anak yang merasa terasingkan,
penulis ingin meneliti tentang "pengaruh memori terhadap perkembangan
proses beradaptasi pada masa remaja”. Karena remaja merupakan masa peralihan
dari anak – anak menuju dewasa, atau bisa juga diartikan sebagai masa pencarian
jati diri yang nantinya akan melekat pada dirinya seumur hidup. Maka, penulis
berusaha untuk memahami tentang memori untuk bisa mengatasi masalah remaja yang
merasa kesulitan dalam beradaptasi.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apakah
memori itu?
2. Bagaimana
proses beradaptasi dan pengaruh lingkungan pada anak?
3. Bagaimana
cara mengatasi memori buruk yang tertanam pada diri anak agar tidak membebani proses beradaptasi pada masa remaja?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk
mengetahui memori.
2.
Untuk
mengetahui proses beradaptasi dan pengaruh lingkungan pada anak.
3. Untuk
mengetahui cara mengatasi memori buruk yang tertanam pada diri anak agar tidak
membebani proses beradaptasi pada masa remaja.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Memori
Ingatan merupakan alih bahasa dari memory. Karena itu di
samping ada yang menggunakan ingatan ada pula yang menggunakan istilah memori
sesuai dengan ucapan dari memory. Namun hal tersebut kiranya bukan merupakan
hal yang serius. Ingatan memberikan bermacam – macam arti bagi para ahli. Pada
umumnya para ahli memandang ingatan seseorang memasukkan sesuatu dalam
ingatannya, adanya tahapan atau stage tertentu dalam seseorang mengingat
hal tersebut. Hal itu dapat dijelaskan dengan salah satu model seperti dalam
bagan berikut :
Stimulus yang merupakan sensory input di persepsi melalui
alat indera (sensory register). Untuk mengadakan persepsi perlu adanya
perhatian. Apa yang dipersepsi itu masuk dalam ingatan dan dalam waktu yang
singkat apa yang dipersepsi itu dapat menimbulkan kembali sebagai memory output.
Ini yang disebut sebagai short – term memory (Hulse, dkk, 1981) atau
juga disebut sebagai short – term store (Morgan, dkk, 1984).[1]
Namun disamping itu apa yang
dipersepsi dapat pula tidak segera ditimbulkan dalam alam kesadaran sebagai memory
output, tetapi disimpan dalam ingatan melalui encoding. Pada suatu waktu
apabila diperlukan melalui retrieval apa yang ada dalam gudang atau
ingatan itu ditimbulkan kembali sebagai memory output. Retrieval
merupakan kebalikan dari encoding, yaitu mencari informasi yang ada
dalam gudang ingatan. Dengan kata lain apa yang dipersepsi atau dipelajari itu
disimpan dalam ingatan dalam waktu yang lama, dan apabila dibutuhkan dapat
ditimbulkan kembali dalam alam kesadaran. Ini yang disebut sebagai long term
memory (Hulse, dkk., 1981) atau juga disebut sebagai long – term store (Morgan,
dkk., 1984). Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa ingatan dapat dibedakan
antara (1) Short term memory (2) long term memory (3) sensory memory
(Hergenhahn dan Olson, 1997). Perbedaan antara ketiga macam ingatan itu
terletak pada waktu antara masuknya stimulus untuk dipersepsi dan
ditimbulkannya kembali sebagai memory output. Apabila jarak waktu antara
pemasukan stimulus dan penimbulan kembali sebgai memory output berkisar
antara 20 – 30 detik, ini merupakan short term memory, sedangkan
selebihnya merupakan long term memory (Morgan, dkk., 1984). Untuk
sensory memory waktunya lebih pendek lagi, yaitu kira – kira 1 detik
(Hergenhahn dan Olson, 1997).[2]
Tiga tahapan pemprosesan memori, yaitu :
1.
Acquistion, pada tahap ini indra menerima rangsangan untuk diseleksi/dipilih
sesuai denga kehendak, dan kemudian diubah kedalam bentuk yang diterima oleh
sistem memori otak.
2.
Storage, pada tahap ini informasi yang diterima dan telah diseleksi untuk
disimpan di dalam daftar (sensory register) dan jejak memori (memory
traches) agar dapat dipanggil kembali apabila diperlukan. Dalam tahap ini
terjadi proses pemeliharaan stimulus/input di dalam sistem meroy otak.
3.
Retrieval, tahap ini merupakan tahap dimana diharapkan informasi yang telah
disimpan dapat dipanggil kembali untuk digunakan pada saat seseorang
membutuhkan bentukan dan hasil pemrosesan informasi dan penyimpanan dalam
sistem memory otak. Jika terjadi kegagalan dalam proses pemanggilan ini, maka
terjadi proses yang disebut dengan “lupa”[3]
B.
Proses
beradaptasi dan pengaruh lingkungan.
Teori sosialisasi (James Mark Baldwin) berpendapat bahwa
proses perkembangan itu adalah proses sosialisasi dari sifat individualis.
Dalam hal ini Baldwin terkenal dengan teori : Circulari Reastion. Ia
berpendapat bahwa perkembangan sebagai proses sosialisasi, adalah dalam bentuk
imitasi yang berlangsung dengan adaptasi dan seleksi.[4]
Kiranya tidak dapat diingkari lagi bahwa keluarga merupakan
lingkungan premier hampir setiap individu, sejak ia lahir sampai datang masanya
ia meninggalkan rumah untuk membentuk keluarga sendiri. sebagai lingkungan
primer, hubungan antar manusia yang paling intensif dan palig awal terjadi
dalam keluarga. Sebelum seorang anak mengenal lingkungan yang lebih luas, ia
terlebih dahulu mengenal lingkungan keluarganya. Karena itu, sebelum ia
mengenal norma – norma dan nilai – nilai dari masyarakat umum, pertama kalinya
ia menyerap norma – norma dan nilai – nilai yang berlaku dalam keluarganya
untuk dijadikan bagian dari kepribadiannya.[5]
Bagi anak yang sudah bersekolah, lingkungan setiap hari dimasukinya
selain lingkungan rumah adalah sekolah. Anak remaja yang sudah duduk di bangku
SMP atau SMA umumnya menghabiskan waktu sekitar 7 jam sehari di sekolahnya. Ini
berarti bahwa hampir sepertiga dari waktunya setiap hari dilewatkan remaja
disekolah. Tidak mengherankan kalau pengaruh sekolah terhadap perkembangan jiwa
remaja cukup besar.[6]
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa pengaruh lingkungan masyarakat
terhadap perkembangan jiwa remaja sangat besar, akan tetapi keluarga dan
sekolah masih tetap merupakan lingkungan primer yang sekunder dalam dunia anak
dan remaja. Lingkungan masyarakat hanyalah lingkungan tersier (ketiga) yang
derajat kekuatannya untuk merasuk kedalam jiwa anak dan remaja seharusnya tidak
sekuat keluarga dan sekolah. [7]
D.
Konflik
Ingatan berhubungan pula dengan emosi seseorang. Dalam mana
seseorang akan mengingat sesuatu lebih baik, apabila peristiwa – peristiwa itu
menyentuh perasaan – perasaan. Sedang kejadian yang tidak menyentuh emosi,
diabaikan saja. Juga masalah – masala yang kita pahami benar dan sudah
dipertimbangkan baik – baik, akan lebih melekat dalam ingatan.
Ada ingatan yang setia dan ada pula yang tidak setia. Faktor
sugesti dan perasaan memegang peranan besar dalam penentuan kualitas ingatan.
Rasa takut, cemas, ragu – ragu, gugup, minder dan malu, semuanya dapat
mempengaruhi ingatan seseorang.[8]
Dalam kehidupan sehari – hari, orang biasanya terus menerus
menyesuakan diri dengan cara – cara tertentu, sehingga penyesuaian tersebut
merupakan sebuah pola. Biasanya, seseorang dapat memenuhi dan memuaskan
kebutuhannya dengan cara – cara yang dapat diterima oleh umum.
Jika pemuasan kebutuhannya mengalami hambatan atau rintangan, ia
akan mencari dan berusaha mencapai pemuasan tersebut dengan cara – cara yang
tidak diinginkannya, namun tidak ditentang oleh umum. Dengan demikian, sejak
kecil seseorang harus membentuk pola aktivitas dan sikap yang lain sesuai
dengan perkembangan baru, yang disebut penyesuaian.[9]
Salah satu bentuk reaksi ketidakpuasan remaja terhadap kondisi
lingkungan sosialnya adalah menarik dirinya sendiri sehingga ia tampil sebagai
orang yang pendiam, pemalu atau pemurung, yang dalam bentuk gangguan
kejiwaannya bisa menjadi skizofrenik autisma atau katatonik. Akan
tetapi, penarikan diri itu bisa juga berupa pemilihan lingkungan tertentu atau
norma tertentu dan cenderung mengikatkan diri pada lingkungan atau norma
tertentu tersebut.
Penarikan diri seperti itu oleh Merton (1957) dikatakan sebagai
salah satu reaksi dari keadaan anomie, yaitu keadaan lingkungan sosial
dimana seakan – akan tidak ada lagi patokan atau tolak ukur yang pasti untuk
menyatakan tingkah laku mana yang salah. Keadaan anomie ini bisa terjadi
karena kekacauan dilingkungan sosial akibat adanya perang, bencana alam atau
huru – hara yang berkepanjangan. Bisa juga karena perubahan sosial yang terlalu
cepat karena kemajuan teknologi, atau karena seseorang baru datang dilingkungan
yang tidak dikenal sebelumnya. Namun, mungkin juga disebabkan karena faktor
kepribadian orang itu sendiri. Pada remaja yang keadaan kepribadiannya masih
penuh gejolak dan goncangan, keadaan anime ini lebih mudah terjadi.[10]
Kalangan psikolog telah membuat aneka istilah untuk melukiskan
banyak tipe reaksi penyesuaian pada kekecewaan. Berikut ini adalah beberapa
reaksi tipikal yang ada kalanya dialami oleh orang – orang bila berupaya
menanggulangi banyak kekecewaan hidup (Kossem,1983):
a)
Rasionalisasi
(Rationalization)
Ini terjadi
bila seorang individu berupaya memberi penjelasan yang menyenangkan (rasional)
– tapi tidak usah benar – penjelasan untuk perilaku yang khusus dan sering
tidak diinginkan. Sebenarnya, orang yang berupaya membenarkan perilaku yang
dirasakannya tidak dikehendaki – secara sadar atau bawah sadar – terlibat dalam
rasionalisasi.
b)
Konpensasi
(Compensation)
Beberapa bentuk
konpensasi mungkin sangat bermanfaat atau positif, sedangkan yang lain –
lain merugikan atau negatif. Konpensasi positif mungkin terdapat dalam
diri seseorang yang anaknya meninggal dunia karena cacat lahir kemudian
menghabiskan seluruh kemampuan, waktu dan tenaganya untuk membantu anak – anak
cacat atau terbelakang.
c)
Negativisme
(Negativism)
Negativisme
adalah suatu reaksi yang dinyatakan sebagai perlawanan bahwa sadar pada orang –
orang atau objek – objek lain.
d)
Kepasrahan
(Resignation)
Kepasrahan
adalah istilah psikologi yang umumnya merujuk pada suatu tipe kekecewaan
mendalam yang sangat kuat, yang ada kalanya dialami oleh individu – individu.
Kepasrahan dapat dinyatakan sebagai keadaan menyerah, menarik diri dari
keterlibatan seseorang dengan suatu keadaan khusus.
e)
Pelarian
(Flight)
Reaksi
penyesuaian pada kekecewaan yang disebut pelarian, boleh jadi dikacaukan
dengan kepasrahan. Namun, pelarian mencakup sesuatu yang lebih jauh,
yakni melarikan diri dari situasi khusus yang menyebabkan kekecewaan atau
kegelisahan. Kepasrahan mungkin meliputi suatu sikap “tidak peduli” yang apatis
tentang masalah, tetapi, berbeda dengan pelarian, tidak harus mencakup
meninggalkan sumber konflik atau kekecewaan. Pelarian dapat mengakibatkan
seseorang mengambil suatu pekerjaan baru sebagai sarana untuk melarikan diri
dari pekerjaan yang sekarang, melamun, lari dari rumah, bahkan meminum obat –
obatan yang melebihi dosis. Seseorang yang menunjukkan reaksi pelarian, secara
sadar maupun bawah sadar, ingin menghindari suatu keadaan dan mengasumsikan
bahwa segala sesuatu akan menjadi lebih baik “dimanapun, kecuali disini”.
f)
Represi
(Repression)
Jika tanpa
diketahui, seseorang mengeluarkan pengalaman atau perasaan tertentu dari
kesadarannya, berarti ia melakukan suatu reaksi penyesuaian yang disebut represi.
Tidak semua
represi harus negatif, jiwa manusia adalah jiwa ajaib yang berkecenderungan
untuk menekan aspek – aspek yang tidak menyenangkan. Bertahun – tahun sesudah
liburan, umpamanya, anggota – anggota keluarga mungkin teringat akan berbagai
peristiwa yang menyenangkan mereka, namun mereka cenderung menekan, atau
melupakan bagian – bagian yang kurang menyenangkan, seperti ban kempes ketika
mereka tidak memiliki ban serep, perut yang terganggu dan nyamuk – nyamuk yang
menggigit.
Orang yang
telah banyak mengalami tragedi selama hidupnya, seperti kecelakaan atau
kematian mendadak dari mereka yang dicintai, ternyata tidak lagi terlalu
terganggu oleh peristiwa – peristiwa tersebut. Namun demikian, mereka mungkin
saja terpengaruh secara mendalam oleh pengalaman – pengalaman ketika hal itu
terjadi.
g)
Kebodohan
semu (Pseudostupidity)
Dalam beberapa
hal tindakan lupa, sebaliknya dari represi peristiwa – peristiwa secara tak
sadar, adalah disengaja dan digunakan sebagai alat untuk menghindarkan tipe –
tipe kegiatan tertentu. Disebut sebagai kebodohan – semu. Hal ini tampak
pada sementara orang yang dengan sadar berupaya memberi kesan menjadi pelupa.
h)
Pemikiran
obsesif (Obsessive Thinking)
Reaksi
penyesuaian lain disebut pemikiran obsesifi. Istilah ini merujuk pada
perilaku seseorang yang memperbesar semua ukuran realistis dari masalah atau
situasi yang dia alami. Umpamanya, orang – orang yang dipekerjakan dalam
pekerjaan yang monoton dan membosankan, yang hanya sedikit menghendaki pemikiran
kreatif atau pemusatan pemikiran, mungkin terus – menerus mempertimbangkan masalah
– masalah pribadi atau perusahaan dalam pikiran mereka. Barangkali masalah –
masalah khusus tidak luar biasa gawat, tetapi obsesi terhadap semua ini dapat menimbulkan
pengaruh yang dilebih – lebihkan dengan menciptakan masalah tampak menjadi luar
biasa hebatnya. Namun, pikiran yang terus sibuk hanya mempunyai sedikit
kesempatan untuk pemikiran obsesif. Seandainya pekerjaan tersebut dapat dirancang
lagi, atau seandainya orang tersebut dapat diperkenankan berbicara dengan
pegawai – pegawai lain, peluang untuk pemikiran obsesif mungkin berkurang.
i)
Pengalihan
(Displacement)
Pengalihan
dapat didefinisikan sebagai proses psikologis dari perasaan – perasaan
terpendam yang kemudian dialihkan kearah objek – objek lain daripada kearah
sumber pokok kekecewaan. Jika suatu situasi khusus mempengaruhi perasaan
keamanan seseorang, dia dapat bereaksi dengan menyerang, baik dengan kata –
kata ataupun secara fisik pada orang – orang lain. Prasangka terhadap kelompok
lain sering merupakan produk kegelisahan pribadi dan bisa merupakan pengalihan.
Pengambinghitaman (scapegoating),
yaitu menyalahkan orang lain karena problem atau kegelisahan – kegelisahan
sendiri, juga merupakan jenis pengalihan. Beberapa negatif kita terhadap orang
–orang lain, mungkin benar – benar merupakan jiwa kita sendiri yang mengatakan
kepada kita (dan orang lain) sesuatu tentang diri kita.
j)
Perubahan
(Conversion)
Jiwa dan tubuh
adalah sesuatu yang tak terpisahkan, dan saling memengaruhi satu sama lain.
Dalam tubuh yang sehat, memungkinkan adanya jiwa yang sehat. Istilah konversi
digunakan untuk melambangkan suatu proses psikologis, dalam hal kekecewaan –
kekecewaan emosional diekspresikan dalam gejala – gejala jasmani yang sakit
atau tak berfungsi sebagaimana mestinya.[11]
C.
Psikoterapi
Psikoterapi adalah daya intervensi oleh psikoterapis terlatih agar
klien bisa mengatasi persoalannya. Pada dasarnya, metode psikoterapi adalah
wawancara tapap muka perorangan, taetapi dalam praktik banyak variasi teknik
psikoterapi, tergantung pada teori yang mendasarinya dan jenis masalah yang
sedang dihadapi klien. Tujuan psikoterapi adalah untuk mengembalikan keadaan
kejiwaan klien yang terganggu (muali dari masalah ringan sampai gangguan menta
berat) agar bisa berfungsi kembali dengna optimal sehingga klien tersebut
merasa bisa merasa dirinya lebih sehat mental.[12]
Usaha untuk mengubah tingkah laku seseorang dapat dilakukan dengan
berbagai pendekatan. Berbagai jenis metode psikoterapi diperkenalkan oleh para
ahlinya masing – masing dengan latar belakang ilmiahnya yang menunjang.
Diantara macam – macam pendekatan ini, dikenal suatu pendekatan struktural
untuk memberikan terapi terhadap keluarga, yang muali berkembang pada awal
tahun 50-an dan dikenal dengan “Family Therapy” atau terapi keluarga.
Titik tolok dari terapi ini adalah kenyataan – kenyataan yang mudah
diamati dalam kehidupan – kehidupan keluarga yakni bilamana seseorang anggota
keluarga mengalami atau mempunyai masalah – masalah yang mengangu keseimbangan
dirinya, yang menggoncangkan penampilan tingkahlakunya, maka seluruh keluarga
akan ikut mengalami gangguan dan kegoncangan itu. keluarga sebagai kesatuan
sistem sosial terkecil dalam batas – batas tertentu akan ikut terpengaruh,
sekalipun hal ini tergantung pula dari erat – longgarnya hubungan – hubungan
yang ada yang membentuk sistem sosial atau keluarga. Keseimbangan dalam
keluarga atau dengan istilah yang dikemukakan oleh Jackson : “Family
homeostatis” tercapai dengan bantuan dari anggota – anggota keluarga yang
menciptakan hubungan – hubungan yang serasi satu sama lain.
“Terapi keluarga” memusatkan usahanya untuk melakukan perubahan
terhadap keluarga sebagai suatu kesatuan dan mencapai keseimbangan yang serasi
dalam hubungan – hubungan antar pribadi didalam keluarga. Penderita yang
menjadi sumber permasalahan atau dalam istilah Terapi Keluarga dikenal dengan
istilah “Identified Patient” memang banyak dibicarakan dan dibahas serta isi
pembicaraan diarahkan agar sipenderita sendiri dengan bantuan dari anggota
keluarga memperoleh jalan keluar mengurangi ketegangan dan merasa bebas dari
beban yang dirasakan sebagai masalah.
Fungsi terapis sendiri penting dalam mengemudikan arah jalannya
keluarga. Terapis bukan sebagai pendidikan yang lepas dari kelompoknya
melainkan sebagai angota dalam kelompok keluarga yang berusaha mengubah sistem
hubungan – hubungan agar dapat berfungsi positif bagi seluruh keluarga.[13]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ingatan merupakan alih bahasa dari memory.
Karena itu di samping ada yang menggunakan ingatan ada pula yang menggunakan
istilah memori sesuai dengan ucapan dari memory. Namun hal tersebut kiranya
bukan merupakan hal yang serius. Ingatan memberikan bermacam – macam arti bagi
para ahli. Pada umumnya para ahli memandang ingatan seseorang memasukkan
sesuatu dalam ingatannya, adanya tahapan atau stage tertentu dalam
seseorang mengingat hal tersebut. ingatan dapat dibedakan antara (1) Short
term memory (2) long term memory (3) sensory memory. Perbedaan antara
ketiga macam ingatan itu terletak pada waktu antara masuknya stimulus untuk
dipersepsi dan ditimbulkannya kembali sebagai memory output. Apabila
jarak waktu antara pemasukan stimulus dan penimbulan kembali sebgai memory
output berkisar antara 20 – 30 detik, ini merupakan short term memory,
sedangkan selebihnya merupakan long term memory. Untuk sensory memory
waktunya lebih pendek lagi, yaitu kira – kira 1 detik. Tahapan pemprosesan
memori ada tiga yaitu : Acquistion, Storage dan Retrieval.
Ingatan berhubungan pula dengan emosi seseorang. Dalam mana
seseorang akan mengingat sesuatu lebih baik, apabila peristiwa – peristiwa itu
menyentuh perasaan – perasaan. Sedang kejadian yang tidak menyentuh emosi,
diabaikan saja. Juga masalah – masala yang kita pahami benar dan sudah
dipertimbangkan baik – baik, akan lebih melekat dalam ingatan.
Ada ingatan yang setia dan ada pula yang tidak setia. Faktor
sugesti dan perasaan memegang peranan besar dalam penentuan kualitas ingatan.
Rasa takut, cemas, ragu – ragu, gugup, minder dan malu, semuanya dapat
mempengaruhi ingatan seseorang.
Usaha untuk mengubah tingkah laku seseorang dapat dilakukan dengan
berbagai pendekatan. Berbagai jenis metode psikoterapi diperkenalkan oleh para
ahlinya masing – masing dengan latar belakang ilmiahnya yang menunjang.
Diantara macam – macam pendekatan ini, dikenal suatu pendekatan struktural
untuk memberikan terapi terhadap keluarga, yang muali berkembang pada awal
tahun 50-an dan dikenal dengan “Family Therapy” atau terapi keluarga.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmadi, Abu.
1998. Psikologi Umum. Jakarta;Rineka
Cipta.
Gunarsa, Singgih
D. dan Yulia Singgih D.Gunarsa. 2008. Psikologi Perkembangan anak dan Remaja.
Jakarta;Gunung Mulia.
Sarwono, Sarlito
W..2010. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta;Raja Grasindo Persada.
Sarwono, Sarlito
W. .2013. Psikologi Remaja. Jakarta;Rajawali Press.
Shaleh, Abdul
Rahamn. 2004. Psikologi suatu pengantar dalam perspektif Islam. Jakarta;Kencana
Prenada Media group.
Sobur, Alex.
2009. Psikologi Umum dalam lintas sejarah. Bandung;Pustaka Setia:2009
Sujanto, Agus.
1977. Psikologi Perkembangan. Surabaya;Rineka Cipta.
Walgito, Bimo.
1980. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta;Andi.
[1] Bimo Walgito,Pengantar
Psikologi Umum (Yogyakarta;Andi:1980), hlm.146
[2] Bimo Walgito,Pengantar
Psikologi Umum,... hlm.148.
[3] Abdul Rahamn
Shaleh, Psikologi suatu pengantar dalam perspektif Islam
(Jakarta;Kencana Prenada Media group:2004), hlm.141
[4] Agus Sujanto,
Psikologi Perkembangan (Surabaya;Rineka Cipta:1977), hlm. 236.
[5] Sarlito W.
Sarwono, Psikologi Remaja (Jakarta;Rajawali Press:2013), hlm.138.
[6] Sarlito W.
Sarwono, Psikologi Remaja, ... hlm.150.
[7] Sarlito W.
Sarwono, Psikologi Remaja, ... hlm.158.
[8] Abu Ahmadi, Psikologi Umum (Jakarta;Rineka
Cipta:1998), hlm.71.
[9] Alex Sobur, Psikologi
Umum dalam lintas sejarah (Bandung;Pustaka setia:2009), hlm.528
[10] Sarlito W.
Sarwono, Psikologi Remaja, ... hlm. 261.
[11]Alex Sobur,
Psikologi Umum dalam lintas sejarah, ... hlm.533
[12] Sarlito W.
Sarwono, Pengantar Psikologi Umum (Jakarta;Raja Grasindo Persada:2010),
hlm.273
[13] Singgih
D.Gunarsa dan Yulia Singgih D.Gunarsa,Psikologi Perkembangan anak dan Remaja
(Jakarta;Gunung Mulia:2008), hlm.190.
No comments:
Post a Comment