Monday, May 1, 2017

Pengaruh Memori Terhadap Perkembangan Proses Beradaptasi Pada Masa Remaja

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Setiap anak memiliki perlakuan yang berbeda dalam lingkungan. Ada yang mendapat perlakuan baik dan adapula yang mendapatkan perlakuan buruk. Ketika seorang anak mendapatkan perlakuan baik dalam lingkungan, ia akan merasa aman dan bisa berkembang dengan baik. Namun ketika seorang anak mengalami perlakuan buruk dalam lingkungan, ia akan merasa terasingkan. Ia akan merasa gagal dalam beradaptasi dan tidak percaya diri dengan kemampuan yang dimiliki. Lama kelamaan ia akan murung dan memendam bakatnya, ia tidak akan bisa berkembang dengan baik, dalam setiap langkah yang akan dia lalui selalu terbayang kegagalan yang belum tentu terjadi.
Untuk menangani rasa putus asa anak yang merasa terasingkan, penulis ingin meneliti tentang "pengaruh memori terhadap perkembangan proses beradaptasi pada masa remaja”. Karena remaja merupakan masa peralihan dari anak – anak menuju dewasa, atau bisa juga diartikan sebagai masa pencarian jati diri yang nantinya akan melekat pada dirinya seumur hidup. Maka, penulis berusaha untuk memahami tentang memori untuk bisa mengatasi masalah remaja yang merasa kesulitan dalam beradaptasi.

B.     Rumusan Masalah
             1.        Apakah memori itu?
             2.        Bagaimana proses beradaptasi dan pengaruh lingkungan pada anak?
             3.       Bagaimana cara mengatasi memori buruk yang tertanam pada diri anak agar tidak membebani proses beradaptasi pada masa remaja?
  
C.     Tujuan Penulisan
                       1.            Untuk mengetahui memori.
                       2.            Untuk mengetahui proses beradaptasi dan pengaruh lingkungan pada anak.
                        3.          Untuk mengetahui cara mengatasi memori buruk yang tertanam pada diri anak agar tidak membebani proses beradaptasi pada masa remaja.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Memori
Ingatan merupakan alih bahasa dari memory. Karena itu di samping ada yang menggunakan ingatan ada pula yang menggunakan istilah memori sesuai dengan ucapan dari memory. Namun hal tersebut kiranya bukan merupakan hal yang serius. Ingatan memberikan bermacam – macam arti bagi para ahli. Pada umumnya para ahli memandang ingatan seseorang memasukkan sesuatu dalam ingatannya, adanya tahapan atau stage tertentu dalam seseorang mengingat hal tersebut. Hal itu dapat dijelaskan dengan salah satu model seperti dalam bagan berikut :

Stimulus yang merupakan sensory input di persepsi melalui alat indera (sensory register). Untuk mengadakan persepsi perlu adanya perhatian. Apa yang dipersepsi itu masuk dalam ingatan dan dalam waktu yang singkat apa yang dipersepsi itu dapat menimbulkan kembali sebagai memory output. Ini yang disebut sebagai short – term memory (Hulse, dkk, 1981) atau juga disebut sebagai short – term store (Morgan, dkk, 1984).[1]
Namun disamping itu  apa yang dipersepsi dapat pula tidak segera ditimbulkan dalam alam kesadaran sebagai memory output, tetapi disimpan dalam ingatan melalui encoding. Pada suatu waktu apabila diperlukan melalui retrieval apa yang ada dalam gudang atau ingatan itu ditimbulkan kembali sebagai memory output. Retrieval merupakan kebalikan dari encoding, yaitu mencari informasi yang ada dalam gudang ingatan. Dengan kata lain apa yang dipersepsi atau dipelajari itu disimpan dalam ingatan dalam waktu yang lama, dan apabila dibutuhkan dapat ditimbulkan kembali dalam alam kesadaran. Ini yang disebut sebagai long term memory (Hulse, dkk., 1981) atau juga disebut sebagai long – term store (Morgan, dkk., 1984). Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa ingatan dapat dibedakan antara (1) Short term memory (2) long term memory (3) sensory memory (Hergenhahn dan Olson, 1997). Perbedaan antara ketiga macam ingatan itu terletak pada waktu antara masuknya stimulus untuk dipersepsi dan ditimbulkannya kembali sebagai memory output. Apabila jarak waktu antara pemasukan stimulus dan penimbulan kembali sebgai memory output berkisar antara 20 – 30 detik, ini merupakan short term memory, sedangkan selebihnya merupakan long term memory (Morgan, dkk., 1984). Untuk sensory memory waktunya lebih pendek lagi, yaitu kira – kira 1 detik (Hergenhahn dan Olson, 1997).[2]
Tiga tahapan pemprosesan memori, yaitu :
                   1.            Acquistion, pada tahap ini indra menerima rangsangan untuk diseleksi/dipilih sesuai denga kehendak, dan kemudian diubah kedalam bentuk yang diterima oleh sistem memori otak.
                 2.            Storage, pada tahap ini informasi yang diterima dan telah diseleksi untuk disimpan di dalam daftar (sensory register) dan jejak memori (memory traches) agar dapat dipanggil kembali apabila diperlukan. Dalam tahap ini terjadi proses pemeliharaan stimulus/input di dalam sistem meroy otak.
                          3.            Retrieval, tahap ini merupakan tahap dimana diharapkan informasi yang telah disimpan dapat dipanggil kembali untuk digunakan pada saat seseorang membutuhkan bentukan dan hasil pemrosesan informasi dan penyimpanan dalam sistem memory otak. Jika terjadi kegagalan dalam proses pemanggilan ini, maka terjadi proses yang disebut dengan “lupa”[3]

B.     Proses beradaptasi dan pengaruh lingkungan.
Teori sosialisasi (James Mark Baldwin) berpendapat bahwa proses perkembangan itu adalah proses sosialisasi dari sifat individualis. Dalam hal ini Baldwin terkenal dengan teori : Circulari Reastion. Ia berpendapat bahwa perkembangan sebagai proses sosialisasi, adalah dalam bentuk imitasi yang berlangsung dengan adaptasi dan seleksi.[4]
Kiranya tidak dapat diingkari lagi bahwa keluarga merupakan lingkungan premier hampir setiap individu, sejak ia lahir sampai datang masanya ia meninggalkan rumah untuk membentuk keluarga sendiri. sebagai lingkungan primer, hubungan antar manusia yang paling intensif dan palig awal terjadi dalam keluarga. Sebelum seorang anak mengenal lingkungan yang lebih luas, ia terlebih dahulu mengenal lingkungan keluarganya. Karena itu, sebelum ia mengenal norma – norma dan nilai – nilai dari masyarakat umum, pertama kalinya ia menyerap norma – norma dan nilai – nilai yang berlaku dalam keluarganya untuk dijadikan bagian dari kepribadiannya.[5]
Bagi anak yang sudah bersekolah, lingkungan setiap hari dimasukinya selain lingkungan rumah adalah sekolah. Anak remaja yang sudah duduk di bangku SMP atau SMA umumnya menghabiskan waktu sekitar 7 jam sehari di sekolahnya. Ini berarti bahwa hampir sepertiga dari waktunya setiap hari dilewatkan remaja disekolah. Tidak mengherankan kalau pengaruh sekolah terhadap perkembangan jiwa remaja cukup besar.[6]
 Memang tidak dapat dipungkiri bahwa pengaruh lingkungan masyarakat terhadap perkembangan jiwa remaja sangat besar, akan tetapi keluarga dan sekolah masih tetap merupakan lingkungan primer yang sekunder dalam dunia anak dan remaja. Lingkungan masyarakat hanyalah lingkungan tersier (ketiga) yang derajat kekuatannya untuk merasuk kedalam jiwa anak dan remaja seharusnya tidak sekuat keluarga dan sekolah. [7]

D.    Konflik
Ingatan berhubungan pula dengan emosi seseorang. Dalam mana seseorang akan mengingat sesuatu lebih baik, apabila peristiwa – peristiwa itu menyentuh perasaan – perasaan. Sedang kejadian yang tidak menyentuh emosi, diabaikan saja. Juga masalah – masala yang kita pahami benar dan sudah dipertimbangkan baik – baik, akan lebih melekat dalam ingatan.
Ada ingatan yang setia dan ada pula yang tidak setia. Faktor sugesti dan perasaan memegang peranan besar dalam penentuan kualitas ingatan. Rasa takut, cemas, ragu – ragu, gugup, minder dan malu, semuanya dapat mempengaruhi ingatan seseorang.[8]
Dalam kehidupan sehari – hari, orang biasanya terus menerus menyesuakan diri dengan cara – cara tertentu, sehingga penyesuaian tersebut merupakan sebuah pola. Biasanya, seseorang dapat memenuhi dan memuaskan kebutuhannya dengan cara – cara yang dapat diterima oleh umum.
 Jika pemuasan kebutuhannya mengalami hambatan atau rintangan, ia akan mencari dan berusaha mencapai pemuasan tersebut dengan cara – cara yang tidak diinginkannya, namun tidak ditentang oleh umum. Dengan demikian, sejak kecil seseorang harus membentuk pola aktivitas dan sikap yang lain sesuai dengan perkembangan baru, yang disebut penyesuaian.[9]
Salah satu bentuk reaksi ketidakpuasan remaja terhadap kondisi lingkungan sosialnya adalah menarik dirinya sendiri sehingga ia tampil sebagai orang yang pendiam, pemalu atau pemurung, yang dalam bentuk gangguan kejiwaannya bisa menjadi skizofrenik autisma atau katatonik. Akan tetapi, penarikan diri itu bisa juga berupa pemilihan lingkungan tertentu atau norma tertentu dan cenderung mengikatkan diri pada lingkungan atau norma tertentu tersebut.
Penarikan diri seperti itu oleh Merton (1957) dikatakan sebagai salah satu reaksi dari keadaan anomie, yaitu keadaan lingkungan sosial dimana seakan – akan tidak ada lagi patokan atau tolak ukur yang pasti untuk menyatakan tingkah laku mana yang salah. Keadaan anomie ini bisa terjadi karena kekacauan dilingkungan sosial akibat adanya perang, bencana alam atau huru – hara yang berkepanjangan. Bisa juga karena perubahan sosial yang terlalu cepat karena kemajuan teknologi, atau karena seseorang baru datang dilingkungan yang tidak dikenal sebelumnya. Namun, mungkin juga disebabkan karena faktor kepribadian orang itu sendiri. Pada remaja yang keadaan kepribadiannya masih penuh gejolak dan goncangan, keadaan anime ini lebih mudah terjadi.[10]
Kalangan psikolog telah membuat aneka istilah untuk melukiskan banyak tipe reaksi penyesuaian pada kekecewaan. Berikut ini adalah beberapa reaksi tipikal yang ada kalanya dialami oleh orang – orang bila berupaya menanggulangi banyak kekecewaan hidup (Kossem,1983):


a)      Rasionalisasi (Rationalization)
Ini terjadi bila seorang individu berupaya memberi penjelasan yang menyenangkan (rasional) – tapi tidak usah benar – penjelasan untuk perilaku yang khusus dan sering tidak diinginkan. Sebenarnya, orang yang berupaya membenarkan perilaku yang dirasakannya tidak dikehendaki – secara sadar atau bawah sadar – terlibat dalam rasionalisasi.
b)      Konpensasi (Compensation)
Beberapa bentuk konpensasi mungkin sangat bermanfaat atau positif, sedangkan yang lain – lain merugikan atau negatif. Konpensasi positif mungkin terdapat dalam diri seseorang yang anaknya meninggal dunia karena cacat lahir kemudian menghabiskan seluruh kemampuan, waktu dan tenaganya untuk membantu anak – anak cacat atau terbelakang.
c)      Negativisme (Negativism)
Negativisme adalah suatu reaksi yang dinyatakan sebagai perlawanan bahwa sadar pada orang – orang atau objek – objek lain.
d)     Kepasrahan (Resignation)
Kepasrahan adalah istilah psikologi yang umumnya merujuk pada suatu tipe kekecewaan mendalam yang sangat kuat, yang ada kalanya dialami oleh individu – individu. Kepasrahan dapat dinyatakan sebagai keadaan menyerah, menarik diri dari keterlibatan seseorang dengan suatu keadaan khusus.
e)      Pelarian (Flight)
Reaksi penyesuaian pada kekecewaan yang disebut pelarian, boleh jadi dikacaukan dengan kepasrahan. Namun, pelarian mencakup sesuatu yang lebih jauh, yakni melarikan diri dari situasi khusus yang menyebabkan kekecewaan atau kegelisahan. Kepasrahan mungkin meliputi suatu sikap “tidak peduli” yang apatis tentang masalah, tetapi, berbeda dengan pelarian, tidak harus mencakup meninggalkan sumber konflik atau kekecewaan. Pelarian dapat mengakibatkan seseorang mengambil suatu pekerjaan baru sebagai sarana untuk melarikan diri dari pekerjaan yang sekarang, melamun, lari dari rumah, bahkan meminum obat – obatan yang melebihi dosis. Seseorang yang menunjukkan reaksi pelarian, secara sadar maupun bawah sadar, ingin menghindari suatu keadaan dan mengasumsikan bahwa segala sesuatu akan menjadi lebih baik “dimanapun, kecuali disini”.
f)       Represi (Repression)
Jika tanpa diketahui, seseorang mengeluarkan pengalaman atau perasaan tertentu dari kesadarannya, berarti ia melakukan suatu reaksi penyesuaian yang disebut represi.
Tidak semua represi harus negatif, jiwa manusia adalah jiwa ajaib yang berkecenderungan untuk menekan aspek – aspek yang tidak menyenangkan. Bertahun – tahun sesudah liburan, umpamanya, anggota – anggota keluarga mungkin teringat akan berbagai peristiwa yang menyenangkan mereka, namun mereka cenderung menekan, atau melupakan bagian – bagian yang kurang menyenangkan, seperti ban kempes ketika mereka tidak memiliki ban serep, perut yang terganggu dan nyamuk – nyamuk yang menggigit.
Orang yang telah banyak mengalami tragedi selama hidupnya, seperti kecelakaan atau kematian mendadak dari mereka yang dicintai, ternyata tidak lagi terlalu terganggu oleh peristiwa – peristiwa tersebut. Namun demikian, mereka mungkin saja terpengaruh secara mendalam oleh pengalaman – pengalaman ketika hal itu terjadi.
g)      Kebodohan semu (Pseudostupidity)
Dalam beberapa hal tindakan lupa, sebaliknya dari represi peristiwa – peristiwa secara tak sadar, adalah disengaja dan digunakan sebagai alat untuk menghindarkan tipe – tipe kegiatan tertentu. Disebut sebagai kebodohan – semu. Hal ini tampak pada sementara orang yang dengan sadar berupaya memberi kesan menjadi pelupa.
h)      Pemikiran obsesif (Obsessive Thinking)
Reaksi penyesuaian lain disebut pemikiran obsesifi. Istilah ini merujuk pada perilaku seseorang yang memperbesar semua ukuran realistis dari masalah atau situasi yang dia alami. Umpamanya, orang – orang yang dipekerjakan dalam pekerjaan yang monoton dan membosankan, yang hanya sedikit menghendaki pemikiran kreatif atau pemusatan pemikiran, mungkin terus – menerus mempertimbangkan masalah – masalah pribadi atau perusahaan dalam pikiran mereka. Barangkali masalah – masalah khusus tidak luar biasa gawat, tetapi obsesi terhadap semua ini dapat menimbulkan pengaruh yang dilebih – lebihkan dengan menciptakan masalah tampak menjadi luar biasa hebatnya. Namun, pikiran yang terus sibuk hanya mempunyai sedikit kesempatan untuk pemikiran obsesif. Seandainya pekerjaan tersebut dapat dirancang lagi, atau seandainya orang tersebut dapat diperkenankan berbicara dengan pegawai – pegawai lain, peluang untuk pemikiran obsesif mungkin berkurang.
i)        Pengalihan (Displacement)
Pengalihan dapat didefinisikan sebagai proses psikologis dari perasaan – perasaan terpendam yang kemudian dialihkan kearah objek – objek lain daripada kearah sumber pokok kekecewaan. Jika suatu situasi khusus mempengaruhi perasaan keamanan seseorang, dia dapat bereaksi dengan menyerang, baik dengan kata – kata ataupun secara fisik pada orang – orang lain. Prasangka terhadap kelompok lain sering merupakan produk kegelisahan pribadi dan bisa merupakan pengalihan. Pengambinghitaman  (scapegoating), yaitu menyalahkan orang lain karena problem atau kegelisahan – kegelisahan sendiri, juga merupakan jenis pengalihan. Beberapa negatif kita terhadap orang –orang lain, mungkin benar – benar merupakan jiwa kita sendiri yang mengatakan kepada kita (dan orang lain) sesuatu tentang diri kita.
j)        Perubahan (Conversion)
Jiwa dan tubuh adalah sesuatu yang tak terpisahkan, dan saling memengaruhi satu sama lain. Dalam tubuh yang sehat, memungkinkan adanya jiwa yang sehat. Istilah konversi digunakan untuk melambangkan suatu proses psikologis, dalam hal kekecewaan – kekecewaan emosional diekspresikan dalam gejala – gejala jasmani yang sakit atau tak berfungsi sebagaimana mestinya.[11]

C.     Psikoterapi
Psikoterapi adalah daya intervensi oleh psikoterapis terlatih agar klien bisa mengatasi persoalannya. Pada dasarnya, metode psikoterapi adalah wawancara tapap muka perorangan, taetapi dalam praktik banyak variasi teknik psikoterapi, tergantung pada teori yang mendasarinya dan jenis masalah yang sedang dihadapi klien. Tujuan psikoterapi adalah untuk mengembalikan keadaan kejiwaan klien yang terganggu (muali dari masalah ringan sampai gangguan menta berat) agar bisa berfungsi kembali dengna optimal sehingga klien tersebut merasa bisa merasa dirinya lebih sehat mental.[12]
Usaha untuk mengubah tingkah laku seseorang dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Berbagai jenis metode psikoterapi diperkenalkan oleh para ahlinya masing – masing dengan latar belakang ilmiahnya yang menunjang. Diantara macam – macam pendekatan ini, dikenal suatu pendekatan struktural untuk memberikan terapi terhadap keluarga, yang muali berkembang pada awal tahun 50-an dan dikenal dengan “Family Therapy” atau terapi keluarga.
Titik tolok dari terapi ini adalah kenyataan – kenyataan yang mudah diamati dalam kehidupan – kehidupan keluarga yakni bilamana seseorang anggota keluarga mengalami atau mempunyai masalah – masalah yang mengangu keseimbangan dirinya, yang menggoncangkan penampilan tingkahlakunya, maka seluruh keluarga akan ikut mengalami gangguan dan kegoncangan itu. keluarga sebagai kesatuan sistem sosial terkecil dalam batas – batas tertentu akan ikut terpengaruh, sekalipun hal ini tergantung pula dari erat – longgarnya hubungan – hubungan yang ada yang membentuk sistem sosial atau keluarga. Keseimbangan dalam keluarga atau dengan istilah yang dikemukakan oleh Jackson : “Family homeostatis” tercapai dengan bantuan dari anggota – anggota keluarga yang menciptakan hubungan – hubungan yang serasi satu sama lain.
“Terapi keluarga” memusatkan usahanya untuk melakukan perubahan terhadap keluarga sebagai suatu kesatuan dan mencapai keseimbangan yang serasi dalam hubungan – hubungan antar pribadi didalam keluarga. Penderita yang menjadi sumber permasalahan atau dalam istilah Terapi Keluarga dikenal dengan istilah “Identified Patient” memang banyak dibicarakan dan dibahas serta isi pembicaraan diarahkan agar sipenderita sendiri dengan bantuan dari anggota keluarga memperoleh jalan keluar mengurangi ketegangan dan merasa bebas dari beban yang dirasakan sebagai masalah.
Fungsi terapis sendiri penting dalam mengemudikan arah jalannya keluarga. Terapis bukan sebagai pendidikan yang lepas dari kelompoknya melainkan sebagai angota dalam kelompok keluarga yang berusaha mengubah sistem hubungan – hubungan agar dapat berfungsi positif bagi seluruh keluarga.[13]



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Ingatan merupakan alih bahasa dari memory. Karena itu di samping ada yang menggunakan ingatan ada pula yang menggunakan istilah memori sesuai dengan ucapan dari memory. Namun hal tersebut kiranya bukan merupakan hal yang serius. Ingatan memberikan bermacam – macam arti bagi para ahli. Pada umumnya para ahli memandang ingatan seseorang memasukkan sesuatu dalam ingatannya, adanya tahapan atau stage tertentu dalam seseorang mengingat hal tersebut. ingatan dapat dibedakan antara (1) Short term memory (2) long term memory (3) sensory memory. Perbedaan antara ketiga macam ingatan itu terletak pada waktu antara masuknya stimulus untuk dipersepsi dan ditimbulkannya kembali sebagai memory output. Apabila jarak waktu antara pemasukan stimulus dan penimbulan kembali sebgai memory output berkisar antara 20 – 30 detik, ini merupakan short term memory, sedangkan selebihnya merupakan long term memory. Untuk sensory memory waktunya lebih pendek lagi, yaitu kira – kira 1 detik. Tahapan pemprosesan memori ada tiga yaitu : Acquistion, Storage dan Retrieval.
Ingatan berhubungan pula dengan emosi seseorang. Dalam mana seseorang akan mengingat sesuatu lebih baik, apabila peristiwa – peristiwa itu menyentuh perasaan – perasaan. Sedang kejadian yang tidak menyentuh emosi, diabaikan saja. Juga masalah – masala yang kita pahami benar dan sudah dipertimbangkan baik – baik, akan lebih melekat dalam ingatan.
Ada ingatan yang setia dan ada pula yang tidak setia. Faktor sugesti dan perasaan memegang peranan besar dalam penentuan kualitas ingatan. Rasa takut, cemas, ragu – ragu, gugup, minder dan malu, semuanya dapat mempengaruhi ingatan seseorang.
Usaha untuk mengubah tingkah laku seseorang dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Berbagai jenis metode psikoterapi diperkenalkan oleh para ahlinya masing – masing dengan latar belakang ilmiahnya yang menunjang. Diantara macam – macam pendekatan ini, dikenal suatu pendekatan struktural untuk memberikan terapi terhadap keluarga, yang muali berkembang pada awal tahun 50-an dan dikenal dengan “Family Therapy” atau terapi keluarga.



DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 1998.  Psikologi Umum. Jakarta;Rineka Cipta.

Gunarsa, Singgih D. dan Yulia Singgih D.Gunarsa. 2008. Psikologi Perkembangan anak dan Remaja. Jakarta;Gunung Mulia.

Sarwono, Sarlito W..2010. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta;Raja Grasindo Persada.

Sarwono, Sarlito W. .2013. Psikologi Remaja. Jakarta;Rajawali Press.

Shaleh, Abdul Rahamn. 2004. Psikologi suatu pengantar dalam perspektif Islam. Jakarta;Kencana Prenada Media group.

Sobur, Alex. 2009. Psikologi Umum dalam lintas sejarah. Bandung;Pustaka Setia:2009

Sujanto, Agus. 1977. Psikologi Perkembangan. Surabaya;Rineka Cipta.

Walgito, Bimo. 1980. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta;Andi.




[1] Bimo Walgito,Pengantar Psikologi Umum (Yogyakarta;Andi:1980), hlm.146
[2] Bimo Walgito,Pengantar Psikologi Umum,... hlm.148.
[3] Abdul Rahamn Shaleh, Psikologi suatu pengantar dalam perspektif Islam (Jakarta;Kencana Prenada Media group:2004), hlm.141
[4] Agus Sujanto, Psikologi Perkembangan (Surabaya;Rineka Cipta:1977), hlm. 236.
[5] Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja (Jakarta;Rajawali Press:2013), hlm.138.
[6] Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja, ... hlm.150.
[7] Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja, ... hlm.158.
[8] Abu Ahmadi,  Psikologi Umum (Jakarta;Rineka Cipta:1998), hlm.71.
[9] Alex Sobur, Psikologi Umum dalam lintas sejarah (Bandung;Pustaka setia:2009), hlm.528
[10] Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja, ... hlm. 261.
[11]Alex Sobur, Psikologi Umum dalam lintas sejarah, ... hlm.533
[12] Sarlito W. Sarwono, Pengantar Psikologi Umum (Jakarta;Raja Grasindo Persada:2010), hlm.273
[13] Singgih D.Gunarsa dan Yulia Singgih D.Gunarsa,Psikologi Perkembangan anak dan Remaja (Jakarta;Gunung Mulia:2008), hlm.190.

No comments:

Post a Comment