BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan bersifat normatif dan mesti dapat
dipertangung jawabkan. Pendidikan tidak boleh dilaksanakan secara sembarang,
melainkan harus dilaksanakan secara bijaksana. Sebab itu, sebelum melaksanakan
praktek pendidikan, para pendidik – khususnya para calon pendidik - perlu
terlebih dahulu melakukan studi pendidikan agar memiliki kejelasan tentang
landasan-landasannya. Oleh karena itu kami akan memaparkan tentang landasan –
landasan pendidikan baik secara umum maupun dalam perspektif Islam.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana landasan filosofis dalam pendidikan?
2.
Bagaimana landasan sosiologis dalam pendidikan?
3.
Bagaimana landasan psikologis dalam pendidikan?
4.
Bagaimana landasan pendidikan dalam perspektif Islam?
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui landasan filosofis dalam pendidikan.
2.
Untuk mengetahui landasan sosiologis dalam pendidikan.
3.
Untuk mengetahui landasan psikologis dalam pendidikan.
4.
Untuk mengetahui landasan pendidikan dalam perspektif
Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah landasan diartikan sebagai alas, dasar,
atau tumpuan (BalaiPustaka, 2005:633). Selain itu, istilah landasan dikenal
pula sebagaifondasi. Mengacu kepada pengertian tersebut, landasan adalah suatu
alas pijakan atau dasar pijakan dari sesuatu hal; suatu titik tumpu atau titik
tolak dari sesuatu hal; atau suatu fondasitempat berdirinya sesuatu hal.
Menurut
sifat wujudnya dibedakan adanya dua jenis landasan, yaitu: (1) landasan yang
bersifat material dan (2) landasan yang bersifat konseptual. Contoh landasan
yang bersifat material antara lain landasan pacu pesawat terbang,
fondasibangunan gedung, dsb. Adapun contoh landasan yang bersifat konseptual
antara lain Dasar Negara Indonesia yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945; landasan teoritis suatu hipotesis dalam
penelitian, landasan pendidikan, dsb. Landasan pendidikan tergolong ke dalam
jenis landasan yang bersifat konseptual.[1]
Landasan
pendidikan adalah seperangkat asumsi yang dijadikan titik tolak dalam
pendidikan. Karena dalam pendidikan mesti terdapat studi pendidikan dan praktek
pendidikan, maka istilah landasan pendidikan dapat pula didefinisikan sebagai
seperangkan asumsi yang dijadikan titik tolak dalam rangka praktek pendidikan
dan atau studi pendidikan.[2]
Berdasarkan UU
RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan dalam pasal 1
ayat 2, bahwa “Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada
nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan
perubahan zaman”.
Landasan
pendidikan dibagi menjadi :
1.
Landasan Filosofis Pendidikan
Filsafat telah
ada sejak manusia itu ada (Pidarta, 2001). Manusia sebagai makhluk sosial dalam
kehidupan bermasyarakat sudah memiliki gambaran dan cita-cita yang mereka kejar
dalam hidupnya,baik secara individu maupun secara kelompok. Gambaran dan
cita-cita yang mendasari adat istiadat suatu suku atau bangsa, serta norma dan
hukum yang berlaku dalam masyarakat. Demikian pula pendidikan yang berlangsung
di suatu suku atau bangsa tidak terlepas dari gambaran dan cita-cita. Hal ini
memotivasi masyarakat untuk menekankan aspek-aspek tertentu pada pendidikan
agar dapat memenuhi gambaran dan cita-cita mereka.
Filsafat
pendidikan ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam sampai
akar-akarnya mengenai pendidikan (Pidarta, 2001).[3]
Filsafat
pendidikan pada esensinya merupakan “filosofi proses pendidikan”. Pemikiran
filosofis dibidang pendidikan merujuk pada dimensi tujuan, bentuk, metode atau
hasil dari proses pendidikan itu. Didalamnya juga tergamit dimensi konsep,
tujun, bentuk, metode disiplin ilmu pendidikan.[4]
Landasan
filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat
pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok seperti: Apakah
pendidikan itu, mengapa pendidikan itu diperlukan, apa yang seharusnya menjadi
tujuannya, dan sebagainya. Landasan filosofis adalah landasan yang berdasarkan
atau bersifat filsafat( falsafat, falsafah). Kata filsafat (philosophy) bersumber dari bahasa
Yunani, philein berarti mencintai, dan sophos atau sophis berarti hikmah, arif,
atau bijaksana.
Terdapat kaitan
yang erat antara pendidikan dan filsafat karena filsafat mencoba merumuskan
citra tentang manusia dan masyarakat, sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan
citra itu. Rumusan tentang harkat dan martabat manusia beserta masyarakatnya
ikut menentukan tujuan dan cara-cara penyelenggaraan pendidikan, dan dari sisi
lain, pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia.
Kajian-kajian
yang dilakukan oleh berbagai cabang filsafat (logika, epistemologi, etika, dan
estetika, metafisika, dan lain-lain) akan besar pengaruhnya terhadap
pendidikan, karena prinsip-prinsip dan kebenaran-kebenaran hasil kajian
tersebut pada umumnya diterapkan dalam bidang pendidikan. Peranan filsafat
dalam bidang pendidikan tersebut berkaitan dengan hasil kajian antara lain
tentang:
(a) Keberadaan dan kedudukan manusia sebagai
makhluk di dunia ini.
(b) Masyarakat dan kebudayaannya.
(c) Keterbatasan manusia sebagai makhluk hidup
yang banyak menghadapi tantangan; dan
(d) Perlunya landasan pemikiran dalam pekerjaan
pendidikan, utamanya filsafat pendidikan (Wayan Ardhana, 1986: Modul 1/9).[5]
Landasan filosofis pendidikan diderivasi dari
filsafat umum. karenanya, diskusi dan kajian mengenai dasar filsafat pendidikan
nyaris selalu berangkat dari pemikiran filsafat umum. Filsafat pendidikan
secara esensial menggunakan cara kerja dan hasil-hasil pemikiran filsafat umum,
khususnya berkaitan dengan hakikat manusia, pendidikan, realitas, pengetahuan,
dan nilai. Berikut ini beberapa pemikiran filosofis yang menjadi dasar
pengembangan teori dan praktik kependidikan :
1.
Perenialisme
Filsafat
perenialisme didasarkan pada pandangan bahwa realitas fundamental tetap berasal
dari kebenaran khususnya berkitan dengan Tuhan dan kebenaran ajaran-Nya.
Asumsinya adalah, bahwa orang menemukan kebenaran melalui penalaran dan wahyu,
serta kebaikan yang ditemukan dalam berpikir rasional.
2.
Idealisme
Filsafat
idealisme memandang kesadaran dan isi kesadaran itu adalah kebenaran sejati.
3.
Realisme
Realisme
menekankan pada akurasi, rincian, dan penggambaran alam atau kehidupan
kontemporer seperti apa adanya.
4.
Eksperimentalisme
Filsafat
eksperimentalisme percaya bahwa semua hal atau fenomena bisa terus berubah atau
diubah dengan perlakuan tertentu.
5.
Eksistensialisme
Secara
sederhana eksistensialisme adalah filsafat yang peduli dengan tanggung jawab
untuk mencari identitas diri dan arti hidup melalui kehendak bebas, pilihan,
dan terpribadi.[6]
2.
Landasan Sosiologis
Pendidikan
merupakan fenomena sosial yang normal. Karena itu, setiap kajian mengenai ilmu
pendidikan selalu menautkannya dengan dimensi sosiologis. Kajian mengenai aspek
sosiologis dalam pendidikan biasanya berfokus pada bagaimana lembaga-lembaga
kemasyarakatan, kelompok sosial, dan individu mempengaruhi pengalaman
pendidikan dan hasil-hasilnya.
Pendidikan
secara optimis selalu dipandang sebagai usaha mendasar manusia untuk mewujudkan
aspirasinya mengapai kemajuan dan perbaikan, mencapai kesetaraan, meningkatkan
status sosial, bahkan memperoleh kekayaan. Pendidikan pun dipandang sebagai salah
satu cara terbaik untuk mencapai kesetaraan sosial yang lebih besar. Pendidikan dipandang sebagai sebagai wahana
paling sempurna untuk mewujudkan reproduksi sosial. Meski demikian, ada juga
pendapat yang mengatakan bahwa sistem pendidikan menjadi penyebab
ketidaksetaraan akibat adanya reproduksi sosial tersebut.[7]
Kegiatan
pendidikan merupakan suatu proses interaksi antar dua individu, bahkan dua
generasi, yang memungkinkan generasi muda memperkembangkan diri. Kegiatan
pendidikan yang sengaja dibentuk oleh masyarakat. Perhatian sosiologi pada
kegiatan pendidikan tersebut maka lahirlah cabang sosiologi pendidikan.
Sosiologi
pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola
interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh
sosiologi pendidikan meliputi empat bidang:
1) Hubungan sistem pendidikan dengan aspek
masyarakat lain.
2) Hubungan kemanusiaan di sekolah.
3) Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya.
4) Sekolah dalam komunitas, yang mempelajari pola
interaksi antara sekolah dengan kelompok sosial lain di dalam komunitasnya.
Keempat bidang
yang dipelajari tersebut sangat esensial sebagai sarana untuk memahami sistm
pendidikan dalam kaitannya dengan keseluruhan hidup masyarakat. (Wayan Ardhana,
1986: Modul 1/67)
Kajian
sosiolologi tentang pendidikan pada prinsipnya mencakup semua jalur pendidikan,
baik pendidikan sekolah maupu pendidikan luar sekolah. Khusus untuk jalur
pendidikan luar sekolah, terutama apabila ditinjau dari sosiologi maka
pendidikan keluarga adalah sangat penting, karena keluarga merupakan lembaga
sosial yang pertama bagi setiap manusia.
Selanjutnya,
disamping sekolah dan keluarga, proses pendidikan juga sangat dipengaruhi oleh
berbagai kelompok sosial dalam masyarakat. Terdapat satu kelompok khusus yng
datangnya bukan dari orang dewasa, tetapi dari anak-anak lain yang hampir
seusia, yang disebut kelompok sebaya. Kelompok sebaya ini mempunyai pengaruh
kuat searah dengan bertambahnya usia anak.
Paparan
tersebut menyoroti terutama pengaruh masyarakat terhadap pendidikan, mulai dari
keluarga, kelompok sebaya, dan sebagainya. Dari sisi lain, yang tidak kalah
pentingnya adalah pengaruh pendidikan terhadap masyarakat. Tentang hal ini,
terdapat suatu persoalan klasik yang telah dikaji sejak dulu. Permasalahan
dimaksud adalah dalam kaitannya dengan tujuan pendidikan. [8]
Masyarakat
mencakup sekelompok orang yang beriteraksi antarsesamanya, saling tergantung
dan terikat oleh nilai dan norma yang dipatuhi bersama, serta pada umumnya
bertempat tinggal di wilayah tertentu, dan adakalanya mereka mempunyai hubungan
darah atau memiliki kepentingan bersmaa.
Masyarakat
indonesia setelah kemerdekaan, utamanya pada zaman pemerintahan Orde Baru,
telah mengalami banyak perubahan. Sebagai masyarakat majemuk, maka komunitas
dengan ciri-ciri unuk baik secara horizontal maupun vertikal masih dapat
ditemukan; demikian pula halnya dengan sifat-sifat dasar dari zaman penjajahan
belum terhapus sepenuhnya. Namun dengan niat politik yang kuat menjadi suatu
masyarakat bangsa Indonesia serta dengan kemajuan dalam berbagai bidang
pembangunan., utamanya dalam pendidikan politik, maka sisi ketunggalan dari
“bhinneka tunggal ika” makin mencuat. Berbagai upaya yang dilakukan, baik
melalui jalur sekolah, maupun jalur pendiidkan luar sekolah , telah mulai
menumbuhkan benih-benih persatuan dan kesatuan yang semakin kukuh. Berbagai upaya tersebut dilaksanakan dengan
tidak mengabaikan kenyataan tentang kemajemukan masyarakat Indonesia. Hal
terakhir tersebut kini makin terdapat perhatian yang semestinya dengan antara
lain dimasukkannya muatan lokal di dalam kurikulum sekolah.[9]
3.
Landasan Psikologis
Psikologi
merupakan ilmu jiwa, yakni ilmu yang mempelajari tentang jiwa manusia. Jiwa
manusia berkembang sejajar dengan pertumbuhan jasmani, jiwa balita, baru
berkembang sedikit sekali sejajar dengan tubuhnya yang juga masih berkemampuan
sederhana sekali. Makin besar anak itu makin berkembang pula jiwanya dengan
melalui tahap – tahap tertentu, akhirnya anak itu mencapai kedewasaan baik dari
segi kejiwaaan maupun dari segi jasmani. Berdasarkan uraian diatas dapat
dipahami bahwa landasan psikologi pendidikan harus mempertimbangkan aspek
psikologis peserta didik, peserta didik harus dipandang sebagai subyek
pendidikan yang akan berkembang sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan
perkembangan mereka.
Kata
“psikologi” merupakan penggbungan dari dua istilah, yaitu jiwa (soul,
mind,psyche), dan penelitian atau studi (ology). Istilah ini bermakna
“studi tentang jiwa atau pikiran manusia” perubahan pengetahuan ilmiah dan
sistematis mengenai kekuatan dan fungsi jiwa manusia, sejauh sifatnya bisa
diketahuin oleh kesadasrn. Jadi, psikologi merupakan disiplin akademik dan
diterapkan dalam rangka studi tentang pikiran, otak, dan perilaku manusia.
Psikologi
terutama berkaitan dengan cara pikiran bekerja dan bagaimana praktis pendidikan
dilakukan. Psikologi merupakan cabang imu pengetahuan yang berhubungan dengan
proses – proses mental dan perilaku individu ang selalu mengintegral dengan
perilaku kependidikan. Psikolog, bahkan guru, mempelajari proses, motif,
reaksi, perasaan dan sifat dan pikiran dari manusia. Mereka melakukan konseling
dan membantu orang bagi perubahan dalam proses berfikir mereka sehingga
meningkatkan kualitas hidunya baik sebagai pribadi maupun anggota masyarakat.
Hasil studi
atau eksperimen dibidang psikologi melahirkan penjelasan mengenai fenomena psikologis
individu atau individu dalam konteks pendidikan dan pembelajaran. Fenomena
psikologis ini mencakup persepsi, kognisi, perhatian, emosi, motivasi, fungsi
otak, kepribadian, perilaku dan hubungan interpersonal. Bahkan pikiran bawah
sadar pun tercakup dalam fenomena psikologis itu.
Guru sebagai
subjek yang terlibat dalam proses pendidikan dari pembelajaran dangkal atau
mendalam, harus memahami ilmu psikologi khususnya psikologi pendidikan.
Psikologi pendidikan berkaitan dengan aplikasi psikologi alam proses
pembelajaran peserta didik dan berbagai aspek yang terkait, seperti penata
laksanaan kondisi agar efektivitasmya dapat ditingkatkan. Psikologi pendidikan
juga menentukan isi silabus, karena mereka yang berkompeten adalah menganalisis
bagian – bagian yang memerlukan perspektif psikologis atas substansi kajian
pembelajaran.
Barlow
berpendapat bahwa psikologi pendidika adalah disiplin pengetahuan berdasrkan
riset psikologis yang menyediakan serangkaian sumber – sumber untuk membantu
guru melaksanakan tugas – tugasnya dalam proses pembelajaran secara efektif.
Psikologi
pendidikan berfungsi sebagai alat penting yang dapat membantu beragam tugas
guru, baik dalam rangka perencanaan, pelayanan, maupun evaluasi pembelajaran.
Landasan
psikologis dalam pendidikan dapat memberikan jawaban atas banyak pertanyaan
tentang perilaku anak – anak atau siswa. Seperti dikemukakan oleh Elisabeth
Kubler bahwa “orang itu seperti jendela kaca parti sparkle. Mereka
bersinar ketika matahari ddari luar, tapi saat kondisi dalam kegelapan,
keindahan sejati terungkap hanya jika ada cahaya dari dalam”. Psikologi
memberikan bentuk konkrit bagi perasaan dan didekati secara ilmiah.
Fokus atau ruang
lingkup psikologi pendidikan sangat luas, karena berkaitan dengan perkembangan
perilaku dan sosial individu. Psikologi pendidikan juga membantu dalam penataan
prespektif individu, yang pada gilirannya mengarah pada sifat-sifat
pengembangan kepribadiannya. Pemikiran dalam psikologi pendidikan menyatakan
bahwa perkembangan otak manusia dapat ditelusuri dan diklasifikasikan kedalam
tahap-tahap yang terkait langsung pada hubungan antara anak dengan
lingkungannya. Anak mengembangkan kemampuan kognitif dan pengertian sosialnya.
Psikolog pendidikan juga mempelajari banyak faktor hereditas dan lingkungan
yang mempengaruhi perkembangan mental dan perilaku anak. Psikolog pendidikan
juga bertujuan untuk menganalisis perbedaan-perbedan anak dan bagaimana
mengelolanya.
Dalam kerangka
layanan kependidikan kepada siswa guru harus menyadari perbedaan antara teori
belajar dn teori mengajar. Guru perlu memehami bagaimana gaya siswa belajar dan
bagaimana pula dia mengajar sesuai dengan gaya siswa itu. Teori yang berbeda
memperkenalkan prinsip, pendekatan, dan implikasi dari pendekatan
masing-masing. Dengan pengetahuan ini, guru dapat mengidentifikasi teori yang
sesuai untuk kebutuhan siswa dan yang harus diperhatikan olehnya ketika
mengevaluasi program pembelajaran.
Kajian mengenai
pendekatan psikologi dalam pendidikan terkait langsung dengan perilaku
mengaktivasi proses pendidikan dan pembelajaran. Perilaku pembelajaran harus
dilakukan secara terukur dan terkendali sesuai dengan tujuan yang telah
dirumuskan. Seorang guru menentukan apa tujuan yang harus dicapai oleh siswa.
Tujuan-tujuan tersebut terpenuhi bila pelajar menanggapi dengan cara tertentu,
berdasarkan rangsagan yang dikontrol. [10]
4.
Landasan Pendidikan dalam Perspektif Islam
Dasar
pendidikan sebuah Negara adalah disesuaikan dengan filsafat hidup bangsa yang
bersangkutan. Hal ini disebabkan karena filsafat pendidikan suatu bangsa
merupakan refleksi filsafat hidup bangsa itu sendiri. Dasar Pendidikan Islam
menurut Ramayulis dapat dibedakan atas dasar ideal dan dasar
operasional.[11]
Dasar ideal
pendidikan Islam identik dengan ajaran Islam, yaitu bersumber dari al-Qur’an
dan Hadits, dasar operasional merupakan dasar yang terbentuk sebagai aktualitas
dari dasar ideal yaitu : dasar historis, dasar social, dasar ekonomi, dasar
politik dan administrasi, dasar psikologis dan dasar filosofis.
A.
Dasar Ideal
1)
Al-Qur’an
Umat Islam dianugerahkan Allah suatu kitab suci Al-qur’an yang
lengkap dengan segala petunjuk dan meliputi seluruh aspek kehidupan dan
bersifat universal. Untuk itu, sudah barang tentu dasar pendidikan mereka
adalah bersumber kepada filsafah hidup yang berdasarkan kepada Al-Qur’an. Nabi
Muhammad saw sebagai pendidik pertama. Kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber pokok
pendidikan Islam dapat dipahami dari firman Allah:
Artinya : “Dan kami tidak menurunkan kepadamu
Al-Kitab (Al-Qur’an) ini melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka
perselisihan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”. ( QS.
An Nahl: 64).
Muhammad Fadhil Al-Jamali menyatakan bahwa: “
Pada hakikatnya Al-Qur’an merupakan perbendeharaan tentang kebudayaan manusia,
terutama bidang kerohaniaan. Pada
umumnya, Al-Qur’an adalah merupakan kitab pendidikan, kemasyarakatan, moril (
akhlak) dan spiritual (kerohaniaan)”6. Demikian pula menurut Al-Nadwi yang
mempertegas bahwa “ Pendidikan dan pengajaran umat Islam haruslah bersumberkan
kepada akidah Islamiyah. Menurutnya, sekiranya pendidikan umat Islam tidak
didasarkan kepada akidah yang bersumberkan kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits, maka
pendidikan yang dilaksanakan bukanlah pendidikan Islam, tetapi adalah
pendidikan asing”.
2)
Sunnah
Dasar yang kedua selain Al-qur’an adalah sunnah rasulullah. Amalan
yang dikerjakan oleh Rasulullah saw dalam proses perubahan hidup sehari-hari
menjadi sumber utama pendidikan Islam setelah Al-Qur’an. Hal ini disebabkan,
karena Allah swt menjadikan Muhammad saw sebagai teladan bagi umatnya. Firman
Allah swt:
Artinya : “Di dalam diri
Rasulullah itu kamu bisa menemukan teladan yang baik…”. (QS.Al Ahzab: 21).
Adapun alasan dipergunakan kedua dasar yang
kokoh di atas, karena keabsahan dasar Al-Qur’an dan Sunnah sebagai pedoman
hidup dan kehidupan sudah mendapat jaminan Allah swt dan rasulnya. Prinsif menjadikan Al-Qur’an dan Hadits sebagai dasar pendidikan
Islam bukan hanya dipandang sebagai kebenaran keyakinan semata. Lebih jauh,
kebenaran yang dikandungnya sejalan dengan kebenaran yang dapat diterima akal
yang sehat dan bukti sejarah. Dengan demikian wajar jika kebenaran kedua sumber
tersebut dijadikan dasar seluruh kehidupan, termasuk pendidikan.
B.
Dasar Operasional
Dasar operasional merupakan dasar yang terbentuk sebagai aktualitas
dari dasar ideal. Dasar operasional Pendidikan Islam dapat disebutkan sebagai
berikut:
1)
Dasar Historis.
Dasar yang memberikan persiapan kepada pendidik dengan hasil-hasil
pengalaman masa lalu, berupa undang-undang dan peraturan-peraturannya maupun
berupa tradisi dan ketetapannya.
2)
Dasar Sosial.
Dasar berupa kerangka budaya di mana pendidikannya itu bertolak dan
bergerak, seperti memindahkan budaya, memilih dan mengembangkannya.
3)
Dasar Ekonomi.
Dasar yang memberi perspektif tentang potensi-potensi manusia,
keuangan, materi, persiapan yang mengatur sumber keuangan dan bertanggung jawab
terhadap anggaran pembelanjaan.
4)
Dasar politik dan administrasi.
Dasar yang memberi bingkai ideology (akidah) dasar yang digunakan
sebagai tempat bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dan rencana
yang telah dibuat.
5)
Dasar Psikologis.
Dasar yang memberi informasi tentang watak peserta didik, pendidik,
metode yang terbaik dalam praktik, pengukuran dan penilaian bimbingan dan
penyuluhan.
6)
Dasar Filosofis.
Dasar yang memberi kamampuan memilih yang terbaik, memberi arah
suatu sistem yang mengontrol dan memberi arah kepada semua dasar-dasar
operasional lainnya. Mempelajari filsafat sebagai dasar pendidikan berarti
memasuki arena pemikiran yang mendasar, sistematis, logis dan menyeluruh
tentang pendidikan yang tidak hanya dilatarbelakangi oleh ilmu pendidikan Islam
saja, melainkan dituntut untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang relevan.
Keenam dasar operasional tersebut merupakan satu kesatuan yang
harmonis. Ketika keenam dasar tersebut diformulasi sebagai dasar operasional
pendidikan, maka upaya pendidikan yang dilaksanakan akan lebih mudah untuk
mencapai tujuan yang diinginkan.[12]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Landasan
pendidikan adalah seperangkat asumsi yang dijadikan titik tolak dalam
pendidikan. Karena dalam pendidikan mesti terdapat studi pendidikan dan praktek pendidikan, maka istilah
landasan pendidikan dapat pula didefinisikan sebagai seperangkan asumsi yang
dijadikan titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan.
Berdasarkan UU RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dinyatakan dalam pasal 1 ayat 2, bahwa “Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada
nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan
perubahan zaman”.
Landasan
pendidikan dibagi menjadi empat yaitu landasan filosofis pendidikan, landasan
sosiologis, landasan psikologis dan landasan pendidikan dalam perspektif islam.
DAFTAR PUSTAKA
Danim,Sudarwan.2010.
Pengantar Kependidikan.Bandung: Alfabeta.
Kadir, Abdul.
2012. Dasar-dasar Pendidikan.Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Ramayulis dan
Samsul Nizar. 2009. Filsafat Pendidikan Islam Telaah sistem
Pendidikan dan pemikiran para tokohnya. Jakarta:
Kalam Mulia.
Syaripudin, Tatang.
2012.Landasan Pendidikan. Rev.ed; Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama
RI.
Tirtarahardja,Umar
dan La Sula. 2000. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
[1] Tatang Syaripudin,Landasan Pendidikan (Rev.ed;Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI.,2012), Hlm.5.
[5] Umar Tirtarahardja dan La Sula, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2000), hlm. 83-85.
[11]
Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Telaah sistem Pendidikan
dan pemikiran para tokohnya. (Jakarta: Kalam Mulia, 2009) hal. 108.
[12]
Ahmad Riyadi, https://journal.iain-samarinda.ac.id/index.php/dinamika_ilmu/article/view/34/33. diakses pada tanggal 1
Maret 04.00 , hlm. 3-8.